Dewasa ini, perkawinan remaja semakin marak terjadi, ditambah dalam kondisi pandemi 2 tahun terakhir. Ini dibuktikan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama yang mencatat 34 ribu permohonan dispensasi kawin sepanjang Januari-Juni 2020. Dari jumlah tersebut, 97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun. Pernikahan dini anak usia sekolah ini memang sering kali dijadikan solusi untuk melepas tanggungan anak perempuan bagi keluarga ekonomi menengah ke bawah, melepas beban pendidikan dalam situasi daring, serta solusi atas terjadinya hal yang tidak diinginkan akibat menurunnya intensitas pengawasan orangtua, guru, dan pihak dewasa. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari minimnya wawasan si remaja mengenai bahaya dan kerugian perkawinan remaja usia sekolah baik bagi keluarga kecil pernikahan ini, maupun bagi masyarakat dan berbangsa bernegara.
Untuk itu, bulan ini, tepatnya Kamis, 16 Juni 2022, pihak Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag), Departemen Agama (Depag), dan Ditjen Bimas Islam Tahun Anggaran 2022 mengadakan sosialisasi “Bimbingan Perkawinan Remaja Usia Sekolah Angkatan I” sebagai upaya preventif pernikahan dini tersebut. SMAN 1 PEMALI mendapat suatu kehormatan untuk menjadi angkatan pertama dalam bimbingan ini dan kedatangan langsung pihak berwenang tersebut di aula pendopo SMAN 1 PEMALI.
Dalam kesempatan kali ini, sebanyak 50 siswa-siswi SMAN 1 PEMALI turut berpartisipasi meramaikan dan mengambil ilmu sebanyak-banyaknya untuk dilanjutkan kembali kepada teman-teman yang belum berkempatan hadir. Peserta didik yang merupakan perwakilan organisasi ROHIS, OSIS/MPK, Forum Anak, serta PIK-R ini diberikan modul mengenai perkawinan remaja usia sekolah dan kaitannya dengan Al-Qur’an serta ilmu kesehatan serta sedikit bingkisan sebelum memulai sosialisasi. Kegiatan ini sendiri terbagi menjadi 3 sesi inti dari pemateri, dengan tambahan pembukaan dan penutupan.
Pada pembukaan, Bapak H. Seinaidi S.Ag memotivasi siswa-siswi untuk bersemangat dalam menghafal do’a qunut dan Al-Qur’an serta pentingnya suatu acara diperdengarkan bacaan Al-Qur’an. Be;iau juga mengingatkan peserta didik bahwa semua itu butuh ilmu, yang membutuhkan proses dan semangat. Menutup sesi pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan pemateri pertama mengisi acara.
Beliau adalah seorang Pembina Majelis Tarbiyatul Qur’an (MTQ) Darur Riyadh, Ustadz Dede Ircham, S.Ud, CHT, dengan riwayat pendidikan yang menakjubkan. Dengan tema “Pemuda Milenial (Next Generation)”, Ust. Dede memberikan 3 tips menjadi pemuda sukses. Ketiga tips tersebut adalah, pertama; jaga iman, jaga imun, kedua; belajar adab dan ilmu, serta ketiga; keluar dari zona nyaman. Dengan metode yang unik pula, Ust. Dede mencontohkan gaya hidup remaja yang baik serta menghindari hal-hal munkar.
Pembicara kedua datang dari IAIN, yakni, Dr. Iskandar yang membahas pernikahan dini dalam sudut pandang perilaku menyimpang, penyebab, dampak, serta upaya pencegahan dengan kaitan dengan pembahasan masa depan. Sementara pembicara terakhir, seorang nutritionist, Ibu Desi Yanti, menerangkan mengapa pernikahan dini berbahaya, terutama bagi ibu dan anak yang dikandungnya kelak. Anak yang dikandung oleh ibu remaja atau di bawah 19 tahun, cenderung lebih berisiko terkena penyakit stunting, akibat kondisi ibu yang juga masih berkembang sehingga masih membutuhkan gizi dan menciptakan persaingan suplai gizi antara sang ibu dan janin.
Dari sosialisasi ini, kita ditekankan betapa berisikonya perkawinan remaja usia sekolah. Masalah ini dibahas tidak hanya dalam kondisi kesehatan, namun juga dipandang dari kacamata psikologis atau sosial, dan dalam sudut pandang islam. Mungkin topik ini sudah cukup sering beredar di sekitar kita, namun adanya seminar ini membuka mata untuk lebih melek, lebih menyadari kekurangan yang sering kali tidak diacuhkan. Tajuk “Bimbingan Perkawinan Remaja Usia Sekolah” bukanlah bermakna mempersiapkan pernikahan dini atau awal, melainkan bimbingan ini ada untuk mengingatkan para remaja untuk mempersiapkan diri menuju usia dewasa dan menghindari problematika remaja satu ini.
Diharapkan, ilmu yang telah dibagikan dapat diamalkan dan disebarluaskan. Tujuannya tak lain untuk menyelamatkan masa depan generasi muda dan anak cucunya kelak, menghindari segala hal buruk dan bersifat merusak, serta menyelamatkan citra martabat bangsa.* (Maibyna Khairanisya)